Jalur Hidup Mati

 

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, hiduplah seorang pengendara motor bernama Rizal. Rizal adalah seorang pemuda bersemangat yang selalu terburu-buru. Ia suka mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, melewati tikungan tajam, dan mengejar waktu.

Suatu hari, Rizal terburu-buru menuju kantor untuk menghadiri presentasi penting. Dia melaju dengan kecepatan tinggi, mengabaikan rambu-rambu lalu lintas, dan memacu motornya seolah tak ada hari esok. Namun, di tikungan tajam yang curam, nasib berkata lain.

Motor Rizal kehilangan kendali dan terguling. Tubuhnya terpental, dan dunia seakan berputar. Saat dia tersadar, dia merasa sakit di seluruh tubuhnya. Orang-orang segera berkerumun di sekitarnya, membantu mengangkatnya. Rizal mengalami patah tulang dan luka parah.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Rizal merenung. Dia teringat pepatah bijak yang sering didengarnya dari kakeknya, 

“Lebih baik kehilangan satu menit dalam hidup ketimbang kehilangan hidup dalam satu menit.” 

Rizal menyadari bahwa kecepatan dan terburu-buru telah membawanya ke ambang kematian.

Setelah pulih, Rizal mengubah gaya hidupnya. Dia tidak lagi ngebut di jalan raya. Dia lebih memperhatikan keselamatan dan menghargai setiap momen. Dia belajar menghargai waktu, bukan dengan terburu-buru, tetapi dengan mengisi setiap detiknya dengan kebaikan dan kebahagiaan.

Rizal kini menjadi pengemudi yang bijaksana. Dia menghormati rambu-rambu lalu lintas, mengenakan helm dengan benar, dan selalu mengutamakan keselamatan. Dia tahu bahwa ngebut itu berbahaya dan bahwa hidup adalah anugerah yang tak ternilai harganya.

Jadi, jika Anda melihat seorang pengendara motor yang berhati-hati dan tidak terburu-buru, mungkin saja itu adalah Rizal. Dia telah belajar dari pengalaman pahitnya dan memilih untuk hidup dengan bijaksana.